# PERCAKAPAN# (11/10/2014)
A : MATAA TANAAMU (tanaamiina untuk Pr) fii al lail/kapan anda tidur malam hari???
B : ANAAMU FII AS SAA'ATI AL 'AASYIROTI LAILAN (sy tidur jam 10 malam)
A: WA MATAA TASTAIQIDZU (tastaiqidzhiina untuk Pr) fii as sobaahani/dan anda bangun di pagi hari???
B : ASTAIQIDZU FII AS SAA'ATI AR ROOBI'ATI SOBAAHAN (sy bangun pada jam 4 subuh)
A : HAL TANAAMU (tanaamiina untk Pr) ba'da sholaati as sub'hi/apakah anda tidur stelah sholat subuh???
B : LAA,AQRO'UL QUR'AANA WALKITAABA BA'DA SHOLAATI AS SUB'HI (sy membaca alqur'an dan buku stelah sholat subuh)
A: SYUKRAN
B : AFWAN..
^_^
Fit-three
Minggu, 12 Oktober 2014
Rabu, 14 Mei 2014
Demokrasi itu RACUN Mematikan!!!!!!!!!!!
di
samping bertentangan dengan akidah Islam, demokrasi yang sudah
dijalankan di Indonesia sejak reformasi dan menelan biaya yang tidak
sedikit ini malah mengokohkan penjajahan dan tidak kunjung membuat
rakyat sejahtera. "Maka umat Islam harus kembali kepada khilafah!"
tegasnya kepada seratusan peserta yang hadir. (mediaumat.com, 9/12)
Demokrasi Kufur dan sebuah ilusi!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Demokrasi itu "dari RAKYAT, oleh Rakyat, dan untuk RAKYAT".
kok sama rakyat semua?
ALLAH SWT dilupain?
Allah SWT sendiri berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-An'am ayat 57 :
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ، يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.
Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (Indonesia Milik Allah)
kok sama rakyat semua?
ALLAH SWT dilupain?
Allah SWT sendiri berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-An'am ayat 57 :
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ، يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.
Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (Indonesia Milik Allah)
Kamis, 08 Mei 2014
Soal Jawab: Partisipasi di dalam Sistem Kufur
Partisipasi di dalam Sistem Kufur
Pertanyaan:
Dalam pembahasan tentang haramnya partisipasi seorang muslim di dalam sistem kufur yang tidak memutuskan hukum dengan Islam, salah seorang mereka mengatakan bahwa ia mendengar seorang syaikh memperbolehkan partisipasi ini dengan berdalil bahwa Nabi Yusuf as. telah memutuskan hukum dengan syariah raja di Mesir… dan bahwa Najasyi tinggal beberapa tahun memerintah dengan kekufuran, perlu diketahui bahwa Najasyi adalah seorang muslim dan Rasul saw menshalatkannya dengan shalat ghaib…Kemudian maslahat dan maslahat itu merupakan dalil syar’iy yang mengharuskan hal demikian. Seorang muslim dan ia ada di pemerintahan (bisa) memelihara kemaslahatan kaum Muslimin lebih dari orang-orang sekuler …
Pertanyaannya, sejauh mana kesahihan istidlal ini? Kemudian apakah secara riil ada syaikh yang mengatakan ini? Kami mohon jawaban atas pertanyaan kami, dan semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.
Jawab:
Benar, pendapat itu dikatakan oleh beberapa masyayikh penguasa. Dan itu merupakan pendapat yang tidak tegak didukung dengan hujjah. Sebab memutuskan hukum dengan apa yang telah Allah turunkan itu dalil-dalilnya gamblang dan jelas, qath’iy tsubut qath’iy ad-dilalah dan itu bukanlah sesuatu yang diperselisihkan diantara para ulama. Memutuskan hukum dengan apa yang telah Allah turunkan adalah fardhu. Allah SWT berfirman:
﴿فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنْ الْحَقِّ﴾
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS al-Maidah [5]: 48)
﴿وَأَنْ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”(TQS al-Maidah [5]: 49)
Nash-nash dalam makna ini banyak. Sedangkan tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan dan memutuskan hukum dengan syariat-syariat (hukum) positif buatan manusia maka itu merupakan kekufuran jika penguasa tersebut meyakininya, dan zalim atau fasik jika penguasa itu tidak meyakininya.Ini dinyatakan di dalam firman Allah SWT:
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ﴾
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS al-Maidah [5]: 44)
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الظَّالِمُونَ﴾
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”(TQS al-Maidah [5]: 45)
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَاسِقُونَ﴾
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”(TQS al-Maidah [5]: 47)
Sedangkan apa yang dijadikan dalil oleh masyayikh penguasa, maka seperti yang kami katakan, itu tidak bisa menjadi hujjah. Hal itu sebagai berikut:
Istidlal dengan aktivitas Nabi Yusuf as menurut orang yang mengatakan pendapat itu, bahwa Nabi Yusuf as memutuskan hukum pada beberapa kasus dengan syariah raja Mesir, yakni dengan selain apa yang telah Allah turunkan, istidlal ini tidak pada tempatnya. Sebab yang diperintahkan adalah mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan wahyu dari Allah SWT. Dan kita tidak diperintahkan mengikuti syariah Nabi Yusuf as atau para nabi lainnya. Yang demikian itu karena syariah sebelum kita bukan syariah untuk kita. Syariah sebelum kita itu dinasakh dengan Islam. Allah SWT berfirman:
﴿وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا﴾
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.”(TQS al-Maidah [5]: 48)
Makna “muhayminan ‘alayhi” yakni menasakh. Jadi Islam menasakh syariat kitab-kitab terdahulu. Karena itu, syariah orang sebelum kita bukan merupakan syariah untuk kita.
Ada beberapa imam ushul mengambil kaedah dalam bentuk lain yakni:
“شَرْعُ مَنْ قبلَنا شرع لنا ما لم يُنْسَخ
Pertanyaan:
Dalam pembahasan tentang haramnya partisipasi seorang muslim di dalam sistem kufur yang tidak memutuskan hukum dengan Islam, salah seorang mereka mengatakan bahwa ia mendengar seorang syaikh memperbolehkan partisipasi ini dengan berdalil bahwa Nabi Yusuf as. telah memutuskan hukum dengan syariah raja di Mesir… dan bahwa Najasyi tinggal beberapa tahun memerintah dengan kekufuran, perlu diketahui bahwa Najasyi adalah seorang muslim dan Rasul saw menshalatkannya dengan shalat ghaib…Kemudian maslahat dan maslahat itu merupakan dalil syar’iy yang mengharuskan hal demikian. Seorang muslim dan ia ada di pemerintahan (bisa) memelihara kemaslahatan kaum Muslimin lebih dari orang-orang sekuler …
Pertanyaannya, sejauh mana kesahihan istidlal ini? Kemudian apakah secara riil ada syaikh yang mengatakan ini? Kami mohon jawaban atas pertanyaan kami, dan semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.
Jawab:
Benar, pendapat itu dikatakan oleh beberapa masyayikh penguasa. Dan itu merupakan pendapat yang tidak tegak didukung dengan hujjah. Sebab memutuskan hukum dengan apa yang telah Allah turunkan itu dalil-dalilnya gamblang dan jelas, qath’iy tsubut qath’iy ad-dilalah dan itu bukanlah sesuatu yang diperselisihkan diantara para ulama. Memutuskan hukum dengan apa yang telah Allah turunkan adalah fardhu. Allah SWT berfirman:
﴿فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنْ الْحَقِّ﴾
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS al-Maidah [5]: 48)
﴿وَأَنْ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”(TQS al-Maidah [5]: 49)
Nash-nash dalam makna ini banyak. Sedangkan tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan dan memutuskan hukum dengan syariat-syariat (hukum) positif buatan manusia maka itu merupakan kekufuran jika penguasa tersebut meyakininya, dan zalim atau fasik jika penguasa itu tidak meyakininya.Ini dinyatakan di dalam firman Allah SWT:
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ﴾
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS al-Maidah [5]: 44)
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الظَّالِمُونَ﴾
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”(TQS al-Maidah [5]: 45)
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَاسِقُونَ﴾
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”(TQS al-Maidah [5]: 47)
Sedangkan apa yang dijadikan dalil oleh masyayikh penguasa, maka seperti yang kami katakan, itu tidak bisa menjadi hujjah. Hal itu sebagai berikut:
Istidlal dengan aktivitas Nabi Yusuf as menurut orang yang mengatakan pendapat itu, bahwa Nabi Yusuf as memutuskan hukum pada beberapa kasus dengan syariah raja Mesir, yakni dengan selain apa yang telah Allah turunkan, istidlal ini tidak pada tempatnya. Sebab yang diperintahkan adalah mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan wahyu dari Allah SWT. Dan kita tidak diperintahkan mengikuti syariah Nabi Yusuf as atau para nabi lainnya. Yang demikian itu karena syariah sebelum kita bukan syariah untuk kita. Syariah sebelum kita itu dinasakh dengan Islam. Allah SWT berfirman:
﴿وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا﴾
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.”(TQS al-Maidah [5]: 48)
Makna “muhayminan ‘alayhi” yakni menasakh. Jadi Islam menasakh syariat kitab-kitab terdahulu. Karena itu, syariah orang sebelum kita bukan merupakan syariah untuk kita.
Ada beberapa imam ushul mengambil kaedah dalam bentuk lain yakni:
“شَرْعُ مَنْ قبلَنا شرع لنا ما لم يُنْسَخ
DEMOKRASI PEMBAWA MALAPETAKA UNTUK SELURUH MANUSIA!!!!!!!!
Darurat Kekerasan Seksual Anak: Di mana Tanggung Jawab Negara?
Hati ibu mana yang tidak teriris iris, perih, melihat anak
kesayangannya dicekam trauma : setiap tidur mengigau ketakutan, tidak
mau bertemu orang lain, bahkan tidak mau memakai celana dan begitu takut
saat buang air kecil sampai ia mengurut kemaluannya agar air seninya
segera habis dan ia bisa segera keluar dari toilet? Hati ibu mana yang
tidak ikut marah mendengar kejadian keji ini, anak 6 tahun disodomi oleh
sekelompok orang yang seharusnya melindunginya?
Peristiwa pelecehan seksual terhadap anak TK internasional di Jakarta
ini, sungguh mengguncang hati setiap orang yang memiliki nurani.
Apalagi berita terakhir, korban ternyata tidak hanya satu. Sekolah yang
katanya berstandar internasional, dengan bayaran 20 juta per bulan,
memiliki ratusan CCTV, ternyata bukan tempat yang aman bagi anak-anak.
Kasus JIS, seolah menjadi pintu pembuka bagi terungkapnya berbagai kasus
kekerasan seksual terhadap anak. Di Medan, seorang ayah tega mencabuli
anak perempuannya yang baru berumur 18 bulan. Di Kukar, seorang guru
SD menjadi tersangka kasus sodomi terhadap seorang siswanya. Di
Cianjur, paedofilia melibatkan seorang oknum guru SD di Yayasan
Al-Azhar. Pelaku berinisial AS diduga melakuka pelecehan seksual
terhadap belasan muridnya. Sedangkan di Aceh, seorang oknum polisi
ditahan setelah mencabuli 5 bocah (Kompas.com, 23/04/2014).
Berita terakhir yang makin membelalakkan mata, di Sukabumi, seorang
pemuda 24 tahun, telah menyodomi 57 anak berusia antara 6-13 tahun!
(Kompas.com, 4 Mei 2014). Benar-benar bejat!
Hari ini, tidak ada orangtua yang merasa aman akan keadaan anak-anaknya.
Anak laki-laki maupun perempuan, semua berpotensi sebagai korban.
Menanggapi hal ini, Koalisi Perlindungan Pendidikan Anak (KPPA)
berpendapat pemerintah harus mempercepat pembentukan sistem perlindungan
anak yang lebih kuat.
Ali Tanjung dari KPPA mengimbau pemerintah agar membuat norma dan aturan
yang dapat merangkul keluarga dan masyarakat agar lebih berperan dalam
perlindungan anak. Dengan peraturan itu, perubahan sikap anak atau
tindakan berbahaya pada anak akan mudah dan cepat terdeteksi. Selain
itu, juga harus dibantu dengan pantauan pihak keamanan dan para
pendidik di lembaga pendidikan.
Di sisi lain, Ali menyayangkan sikap pemerintah yang kerap bertindak
setelah sebuah kasus kekerasan maupun pelecehan terhadap anak telah
terungkap ke publik. Ia berpendapat pemerintah sudah harus menciptakan
peraturan-peraturan sebagai tindakan pencegahan, bukan bertindak setelah
sebuah kasus terjadi (Kompas.com, 23/04/2014).
Pendapat Ali Tanjung ini menarik untuk dicermati. Selama ini setiap
kali terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak, selalu yang diangkat
adalah bagaimana orangtua bisa mendidik anak agar bisa membentengi
diri. Kalaupun mengangkat peran negara, hanya sebatas bagaimana negara
harus merumuskan hukuman yang tepat pada pelaku. Jarang ada pendapat
yang mengemuka tentang sejauh mana peran negara untuk mengatasi masalah
ini.
Kekerasan Seksual pada Anak Tanggung Jawab Negara
Ada beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam maraknya kasus
kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. Pertama, keluarga. Keluarga
dianggap lalai dalam menjalankan fungsi pendidikan terutama pendidikan
seks terhadap anak sehingga memudahkan pelaku untuk melakukan perbuatan
bejatnya.
Kedua adalah lingkungan. Lingkungan masyarakat yang permisif, tak acuh,
membuat pelaku kejahatan bebas melakukan aksinya. Bagaimana mungkin di
toilet TK bisa terjadi perbuatan keji pada seorang anak tanpa ketahuan?
Apakah guru tidak melihat perubahan sikap anak ketika masuk kembali ke
kelas? Lingkungan juga seringkali memberikan pengaruh buruk, yang
melahirkan para pelaku kejahatan. Lihatlah bagaimana Emon, pelaku
sodomi 55 anak di Sukabumi, ternyata merupakan korban sodomi juga di
masa SMP-nya.
Ketiga adalah negara. Pembahasan peran negara umumnya hanya sebatas
sebagai pemberi sanksi. Sanksi kejahatan seksual terhadap anak yang
hanya maksimal 15 tahun penjara dianggap terlalu ringan.
Kalau kita mau menelaah secara mendalam, sebenarnya negara lah yang
semestinya menempati posisi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab
atas terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak. Mengapa demikian?
Pada dasarnya, penyebab munculnya kekerasan seksual pada anak ini adalah
penyebab yang bersifat sistemik. Apa yang disebut sebagai penyebab
selama ini, hakekatnya adalah suatu akibat. Akibat dari penerapan
sistem sekulerisme, liberalisme dan demokrasi yang merupakan anak-anak
dari kapitalisme.
Lalainya keluarga dari membentengi anak, adalah lalainya keluarga
terhadap pendidikan agama. Anak tidak diajarkan untuk menutup auratnya,
menjaganya agar tidak dilihat oleh orang lain dan merasa malu
membukanya. Orang tua lalai, karena mereka sendiri juga tidak paham
agama atau tidak memiliki kesempatan mengajarkannya akibat kesibukan
kerja. Ini adalah dampak dari abainya negara terhadap pendidikan agama
serta penerapan ekonomi kapitalis yang memaksa para ibu untuk juga
bekerja. Anak menjadi korban, tidak dididik dengan benar dan
diperhatikan. Anak diserahkan begitu saja ke lembaga-lembaga
pendidikan, yang kadang justru menjadi tempat anak mendapatkan pelecehan
seksual.
Masyarakat yang rusak juga merupakan akibat negara membiarkan virus
kebebasan (liberalisme) merajalela. Kebebasan yang kebablasan dari cara
hidup liberal telah menghalalkan berbagai sarana pemuasan nafsu, tanpa
memandang lagi akibat yang ditimbulkan. Negara membiarkan masyarakat
berhadapan dengan serbuan pornografi dari berbagai media massa, terutama
internet. Alasannya negara tidak mampu mengontrol semua situs yang
beredar. Padahal Malaysia, China dan beberapa negara lain bisa
menerapkan mekanisme pengontrolan situs porno.
Negara juga lemah dalam menerapkan kontrol terhadap sekolah asing. JIS
misalnya, ternyata tidak memiliki izin menyelenggarakan pendidikan anak
usia dini (kindergarten). Kurikulumnya juga kurikulum asing yang
mengajarkan liberalisme, sampai-sampai berpelukan dan berciuman sudah
menjadi pemandangan yang biasa di sana.
Masuknya jaringan pedofilia internasional juga akibat lemahnya sistem
jaminan keamanan negara. Negara tidak mengontrol orang asing yang masuk,
baik sebagai tenaga kerja, tenaga pengajar, maupun turis. Salah satu
mantan guru JIS ternyata seorang pedofil yang telah memangsa 60an anak,
mungkin dialah salah satu yang mewariskan budaya pedofilia di JIS. Di
Bali, tidak sedikit anak yang menjadi korban pedofilia turis-turis
asing. Celakanya, anak-anak korban pedofilia ini saat dewasanya
berpeluang untuk menjadi pelaku. Selanjutnya, anak yang menjadi korban
mereka juga tertular dan akan mejadi pelaku, begitu seterusnya
berregenerasi membentuk rantai panjang jaringan pedofilia.
Dari sisi implementasi hukum, negara kita memiliki hukum yang lemah
terhadap kejahatan dengan anak sebagai korban. Kejahatan seksual
terhadap anak, hanya diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, bisa
dipotong remisi, masa percobaan setelah menjalani 2/3 masa hukuman,
total mungkin hanya 8 atau 9 tahun yang harus dijalani pelaku.
Hukum merupakan hasil penerapan demokrasi, yang penyusunannya diserahkan
kepada pikiran dan akal manusia yang sifatnya terbatas. Rasa iba
manusia membuat hukum rajam, hukuman qishash, atau hukuman di hadapan
khalayak ditolak. Prinsip HAM lebih dikedepankan daripada hukum Allah.
Pelaku kejahatan hanya dihukum penjara sementara waktu. Akibatnya
hukum menjadi mandul, tidak memiliki efek pencegahan, bahkan tidak
membuat jera pelaku.
Dengan demikian, kasus kekerasan seksual pada anak, pada dasarnya
penyebabnya adalah penerapan sistem yang rusak, sistem yang hanya
melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Mencoba
menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi, misalnya pendidikan seks
pada anak semenjak dini, atau memperberat hukuman terhadap pelaku,
tidak akan cukup.
Sekalipun anak memahami ia tidak boleh membuka kemaluannya di hadapan
orang asing, namun bagaimana mereka menghadapi paksaan orang dewasa?
Kalau mereka menolak atau berteriak, boleh jadi pelaku malah akan
menghabisi nyawanya. Atau solusi memperberat hukuman pelaku, tidak akan
efektif juga bila arus rangsangan seksual di lingkungannya begitu kuat.
Hukuman berat akan terabaikan, bahkan bisa membuat pelaku melakukan
tindakan yang lebih ekstrim dalam usahanya menghindari hukuman, misalnya
dengan membunuh dan memutilasi korban untuk menghilangkan jejak. Di
beberapa negara bagian AS misalnya, pelaku pedofilia dijatuhi hukuman
penjara plus pengebirian, yang membuat pelaku tidak memiliki syahwat
lagi. Namun kejadian pedofilia di sana tidak lantas berkurang
karenanya.
Dengan demikian, dalam masalah kekerasan seksual terhadap anak, negara
adalah satu-satunya pihak yang mampu menyelesaikan secara tuntas.
Islam Menjadikan Negara sebagai Pelindung Anak
Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki mekanisme untuk mencegah dan mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap anak.
Secara sistem, penerapan Islam secara sempurna akan menjamin penghapusan
tindak kekerasan terhadap anak. Islam adalah satu-satunya agama yang
tidak hanya mengatur ritual atau aspek ruhiyah. Islam juga merupakan
aqidah siyasi, yaitu aqidah yang memancarkan seperangkat aturan untuk
mengatur kehidupan di setiap aspeknya.
Penerapan aturan Islam ini dibebankan kepada negara. Rasulullah saw.
bersabda terkait dengan tanggung jawab pemimpin negara: “Sesungguhnya
imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya
dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)
Dalam hadits lainnya, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta
pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan
Ahmad).
Secara rinci, tanggung jawab negara dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
1) Dalam masalah ekonomi, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan
kerja yang luas agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan
nafkah untuk keluarganya. Semua sumberdaya alam strategis adalah milik
umat yang dikelola negara. Negara berkewajiban mendistribusikan seluruh
hasil kekayaan negara untuk kesejahteraan warganegara, baik untuk
mencukupi kebutuhan pokok, kesehatan, maupun pendidikan. Dengan jaminan
seperti ini, para ibu tidak perlu bekerja sehingga bisa berkonsentrasi
menjalankan tugas utamanya mendidik, memantau dan menjaga anak-anaknya.
2) Negara tidak membiarkan adanya anak-anak yang terlantar seperti
anak-anak jalanan yang rentan menjadi korban pedofilia. Negara punya
kekuatan untuk memaksa orang yang wajib mengasuh anak bila mampu. Bila
tidak mampu, negara wajib mencarikan pengasuh yang mau bertanggung
jawab, atau negara menampung dan mendidik mereka dalam rumah-rumah
khusus anak yatim dan anak terlantar.
3) Negara wajib menjaga suasana taqwa terus hidup di tengah masyarakat.
Negara membina warganegara sehingga mereka menjadi manusia yang
bertaqwa dan memahami hukum-hukum agama. Pembinaan dilakukan baik di
sekolah, di masjid, dan di lingkungan perumahan. Dalam hal ini, negara
mencetak para ulama dan menjamin kehidupan mereka sehingga mereka bisa
berkonsentrasi dalam dakwah.
Ketaqwaan individu akan menjadi pilar pertama bagi pelaksanaan
hukum-hukum Islam. Individu bertaqwa tidak akan melakukan kekerasan
seksual terhadap anak-anak. Orangtua juga paham hukum-hukum fiqh terkait
dengan anak sehingga bisa mengajarkan anak hukum Islam sedari kecil,
seperti menutup aurat, mengenalkan rasa malu, memisahkan kamar tidur
anak, dan sebagainya.
Dakwah Islam juga akan mencetak masyarakat yang bertaqwa. Masyarakat
bertaqwa bertindak sebagai kontrol sosial untuk mencegah individu
melakukan pelanggaran. Jadilah masyarakat sebagai pilar kedua dalam
pelaksanaan hukum syara’.
4) Negara mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat.
Media massa di dalam negeri bebas menyebarkan berita. Tetapi mereka
terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga
aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah
masyarakat. Bila ada yang melanggar ketentuan ini, negara akan
menjatuhkan sanksi kepada penanggung jawab media.
Untuk media asing, konten akan dipantau agar tidak memasukkan pemikiran
dan hadharah (peradaban) yang bertentangan dengan aqidah dan nilai-nilai
Islam. Dengan mekanisme ini, pornografi, budaya kekerasan,
homoseksualisme dan sejenisnya dicegah untuk masuk ke dalam negeri.
5) Negara mengatur kurikulum sekolah yang bertujuan membentuk
kepribadian Islam bagi para siswa. Kurikulum ini berlaku untuk seluruh
sekolah yang ada di dalam negara, termasuk sekolah swasta. Sedangkan
sekolah asing dilarang keberadaannya di dalam wilayah negara.
6) Negara membuat aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan di
masyarakat berdasarkan hukum-hukum syara’. Aturan ini bertujuan
mengelola naluri seksual pada laki-laki dan perempuan dan mengarahkannya
untuk mencapai tujuan penciptaan naluri ini yaitu melahirkan generasi
penerus yang berkualitas. Karena itu, pernikahan dipermudah, bahkan
negara wajib membantu para pemuda yang ingin menikah namun belum mampu
secara materi.
Sebaliknya, kemunculan naluri seksual dalam kehidupan umum dicegah.
Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menutup aurat, menahan
pandangan, menjauhi ikhtilat (interaksi laki-laki dan perempuan) yang
diharamkan, dan seterusnya. Dengan metode ini, aurat tidak
dipertontonkan dan seks tidak diumbar sembarangan. Terbiasanya orang
melihat aurat perempuan dan melakukan seks bebas, akan membuat sebagian
orang kehilangan hasrat seksnya dan mereka membutuhkan sesuatu yang lain
untuk membangkitkannya. Muncullah kemudian penyimpangan seksual
seperti pedofilia, homo dan lesbi. Inilah yang dihindarkan dengan
penerapan aturan pergaulan sosial dalam Islam.
7) Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para penganiaya dan pelaku
kekerasan seksual terhadap anak. Pemerkosa dicambuk 100 kali bila
belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh.
Termasuk juga melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai
denda 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 750 juta rupiah, selain
hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238). Dengan hukuman
seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan seksual terhadap
anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan.
8) Anak-anak yang menjadi korban sodomi akan direhabilitasi dan
ditangani secara khusus untuk menghilangkan trauma dan menjauhkan mereka
dari kemungkinan menjadi pelaku pedofilia baru nantinya.
9) Negara mencegah masuknya isme dan budaya yang bertentangan dengan
Islam atau membahayakan kehidupan masyarakat seperti liberalism,
sekulerisme, homoseksualisme dan sejenisnya dari saluran mana pun.
Media massa, buku, bahkan orang asing yang masuk sebagai turis atau
pedagang dilarang membawa atau menyebarkan hal tersebut. Bila mereka
melanggar, dikenakan sanksi berdasarkan hukum Islam.
Penerapan hukum secara utuh ini akan menyelesaikan masalah kekerasan
terhadap anak secara tuntas. Anak-anak dapat tumbuh dengan aman,
menjadi calon-calon pemimpin, calon-calon pejuang dan calon generasi
terbaik.
Namun, yang mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawab seperti di atas,
tidak lain hanyalah negara yang menerapkan system Islam secara utuh,
yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah. []
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2014/05/09/darurat-kekerasan-seksual-anak-di-mana-tanggung-jawab-negara/Setelah Dibunuh, Teroris Israel itu Membiarkan Anjing Memakannya, Biadab!
Setelah Dibunuh, Teroris Israel itu Membiarkan Anjing Memakannya, Biadab!
“Ya Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan yang mengerikan seperti ini,” jerit Kayed Abu Aukal. Doktor emergency itu tak percaya dan tak tahu lagi kata-kata apalagi yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kekejian Israel. Dia tak percaya, dirinya sendiri telah melihat beberapa hari sekembalinya untuk melihat Jenazah balita Shahd. Tubuh anak kecil perempuan yang berumur 4 tahun itu terkoyak-koyak dimakan anjing-anjing Israel.Shahd tewas dan telah menjadi syuhada cilik ketika peluru kendali Israel ditembakkan ke belakang rumahnya di Kamp Pengungsian Jabaliya sebelah Utara Jalur Gaza. Saat itu, gadis cilik yang lucu tersebut tengah bermain.
Orangtua Shahd mencoba menyelamatkan putri kesayangannya yang telah bersimbah darah itu. Ketika ia mencoba mengambil jasad Shahd, pasukan teroris Israel menghujaninya dengan tembakan dari kejauhan.
Selama lima hari berkutnya jasad gadis balita itu telah terkoyak-koyak dirobek anjing yang dilepaskan oleh tentara Israel. “Anjing-anjing itu tidak menyisakan satu bagian pun dari tubuh anak kecil itu,” kata Abu Aukal.
“Kami telah melihat pemandangan yang menyayat hati selama 18 hari ini. Kami telah mengambil jasad anak-anak yang tubuhnya robek atau terbakar, tetapi belum pernah kami melihat hal seperti ini,” katanya lagi.
Melihat jenazah adik perempuannya yang masih balita menjadi santapan anjing-anjing tentara Israel, saudara laki-laki Shahd bernama Matar dan sepupunya bernama Muhammad, nekad mendekati jenazah Shahd. Keduanya pun dihujani peluru Israel sebelum keduanya dapat mencapai tubuh Shahd. Matar dan Muhammad pun menjadi syuhada, menambah daftar warga palestina yang syahid yang hingga hari ini telah mencapai 1.001 orang syahid sejak pembantaian 27 Desember lalu.
Sengaja
Omran Zayda, seorang tetangga Shahd, mengatakan, orang Israel mengetahui apa yang mereka lakukan itu. “Mereka memburu keluarga Shahd dan mencegahnya untuk sampai ke tubuh Shahd, dan mereka tahu bahwa anjing-anjing itu akan memakannya,” kata Zayda.
“Mereka tidak hanya membunuh anak-anak kami, mereka sengaja melakukannya dengan cara yang paling kejam dan biadab,” Zayda mengatakan kata-katanya, bahkan kamera, tidak dapat menggambarkan pemandangan yang mengerikan itu.
“Kalian tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan oleh anjing-anjing itu terhadap tubuh Shahd yang tak berdosa itu,” katanya sambil terisak-isak tak tahan mencucurkan air matanya.
Sejumlah warga palestina mengungkapkan, apa yang menimpa Shahd bukanlah yang pertama. Banyak warga mereka mengalami hal yang sama dengan Shahd. Di Jabaliya, saat keluarga Abd Rabbu sedang memakamkan tiga anggota keluarganya yang telah syahid, pasukan biadab Israel menembaki mereka, kata saksi mata.
Orang-orang pun berlarian mencari perlindungan dari tembakan brutal itu. Tentara-tentara Israel kemudian melepaskan anjing-anjingnya ke arah jenazah anggota keluarga Abdu Rabbu yang belum sempat dimakamkan itu. “Apa yang terjadi kemudian sangat mengerikan dan tidak bisa dibayangkan,” kata Saad Abd Rabu, pamanya.
“Anak-anak kami tewas di depan mata kami dan kami dicegah untuk memakamkannya. Orang-orang Israel hanya melepaskan anjing-anjing mereka ke arah jenazah itu, bahkan seakan-akan mereka tidak cukup dengan kekejaman yang telah mereka lakukan itu,” jeritnya.
Biadab
Benar-benar biadab apa yang telah dilakukan oleh teroris Israel itu. Di tengah-tengah diamnya para tentara-tentara negeri-negeri Muslim, dengan leluasa penjajah Israel melakukan kebiadabannya. Bahkan kekejian di atas benar-benar biadab. Hingga hari ini para penguasa negeri-negeri Muslim masih diam bahkan bersekongkol dengan membiarkan pembantaan terus terjadi.
Media dunia yang dikuasai Israel, menggiring opini seolah-olah tindakan Israel itu wajar. Padahal, lihatlah betap kekejaman mereka lebih dari serangan teroris yang tak beradab. Bohong, jika teroris Israel itu hanya memburu Hamas. Yang terjadi adalah tindakan brutal dan biadab terhadap warga sipil yang kebanyakan mereka anak-anak kecil dan perempuan. Tak puas hanya membunuh warga Gaza, teroris Israel itu juga melepaskan anjing-anjingnya untuk memakan jenazah syuhada Gaza. Biadab!
Sampai kapan kebiadaban Israel ini terhenti? Lalu di manakah para pelindung anak-anak Palestina? Dimanakah tentara-tentara Muslim yang akan menyelamatkan anak-anak Gaza itu? Di manakah tentara-tetara negeri Islam yang akan menyelamatkan ayah dan ibu mereka? Di manakah Amir umat ini?
Sungguh hanya orang yang biadab saja, yang membiarkan Israel membantai Gaza. Lalu mereka menyibukkan diri dengan perundingan sementara mereka memiliki pasukan dan perlengkapan perang. Mereka enggan untuk menyelamatkan Gaza dengan mengerahkan pasukan yang akan menghancurkan penjajah Israel itu! Nasionalisme dan cengkraman PBB telah membuat mereka diam.
Benar, hanya Khilafah saja yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kaum Muslim. Tidak seperti hari ini, ketika Khilafah tidak ada, negeri-negeri kaum Muslim telah disekat oleh batas semu nasionalisme. Sementara para penguasanya enggan untuk mengerahkan tentara mereka menyelamatkan anak-anak Gaza. Sampai kapan? (Syabab.Com, 14/01/09)
Demokrasi tidak menjadikan manusia menjadi manusiawi... sadissssssssssssss!!!!!!!!!!!!
Amaanov Zulfia: Ayahnya Diculik, Disiksa, dan Dibunuh, Kini Ia pun Ditangkap!!!!
Pada tanggal 31 Maret 2014, Pasukan khusus Kirgistan menangkap Amaanov Zulfia di kota Osh. Ia baru berusia 5 tahun ketika penguasa tiran memisahkan dirinya dengan ayahnya dengan menangkap sang ayah karena menjadi anggota partai politik Hizbut Tahrir. Tahun lalu kami (admin website Hizbut Tahrir (pusat)) mempublikasikan sebuah kabar akan meninggalnya Amaanov Hamidullah (ayah Amaanov Zulfia) yang mengenaskan. Akhi Amaanov tinggal di kota Osh tempat di mana ia ditangkap oleh pasukan khusus Uzbekistan dan dipenjara penguasa tiran, Karimov, selama 14 tahun dengan penuh penyiksaan selama kurun waktu tersebut. Keluarganya tidak pernah menerima jasadnya.
Amaanov Zulfia, putri dari sang mujahid Hamidullah sangat mencintai Islam sejak usia muda dan terus mempelajari Islam, bahkan Ilmu Fiqih bersamaan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dia menghafal Al qur’an dengan tekun dan sepenuh hati dan memiliki kemampuan mempelajari berbagai bahasa termasuk bahasa Arab. Anjing Pasukan Khusus Karimov meminta bantuan Pasukan Khusus Kirgistan untuk memburu keluarga mujahid Hamidullah sebelum kesyahidannya. Mereka juga terus mengusik kehidupan keluarga ini setelah syahidnya Hamidullah karena pihak keluarga meminta para penindas Kirgistan dan Uzbekistan melakukan investigasi untuk memastikan kondisi meninggalnya putra mereka juga menginginkan jasadnya diserahkan kepada keluarga. Amaanov Zulfia mendekati pihak-pihak ketiga untuk mengungkap kejahatan para rezim tiran dan mengekspos kebohongan-kebohongan mereka. Inilah yang menjadii penyebab kekejaman dan kemarahan rezim pemerintahannya yang membalasnya dengan menangkap Amaanov Zulfia.Selama beberapa bulan terakhir rezim Kirgistan yang kriminal melancarkan sebuah kampanye gila-gilaan yang menunjukkan penangkapan para anggota Hizbut Tahrir. Puluhan anggota Hizbut Tahrir ditangkap di sekitar daerah Narienskaya, Batekinskaya, Tcheskaya, Bishkek, dan Usha. Aksi kebejatan rezim penindas ini tidak mengecualikan perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu, mereka menangkap Zulfia dan menahannya di sebuah lokasi yang tidak diketahui dan tak satu pun yang tahu bagaimana nasib dirinya. Kami memohon kepada Allah SWT untuk menguatkan keimanannya dan memberikan keteguhan hati dan kesabaran atas ujian yang dihadapinya. Dan kami juga memohon kepada Allah SWT untuk melimpahkan kesabaran yang tinggi bagi keluarganya dan cukuplah Allah sebaik-baik penolong. Mari kita tunjukkan kepada rezim kriminal Uzbekistan dan Kirgistan bahwa tindakan mereka terhadap Zulfia, keluarganya, dan ayahnya (Semoga Allah merahmatinya) tidak akan pernah Allah biarkan begitu saja tanpa balasan setimpal.
Panji-panji Khilafah berkibar di seantero dunia dan kaum Muslimin akan segera menerapkan kembali pedoman hidupnya, yaitu Islam dengan menegakkan Khilafah Islamiyah yang sudah selayaknya hadir dan sesuai petunjuk Allah dan membai’at Khalifah. Jika tidak hari ini maka pasti esok hari, dengan izin Allah, rezim-rezim pemerintahan Kirgistan, Uzbekistan, dan yang lainnya di negeri-negeri muslim akan merasakan balasan atas kejahatan-kejahatan mereka menentang Islam dan kaum muslimin. Esok hari begitu dekat dan azab di hari akhir jauh lebih besar lagi andai saja mereka tahu. Allah SWT berfirman:
((وَقِفُوَهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ))
“Tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya.” (As-Saffat: 24)
Langganan:
Postingan (Atom)